Mengenang Sapardi Djoko Damono, 19 Juli 2020
instagram.com/sellypadi |
Kala itu aku sedang jatuh cinta. Membaca karyamu itu seolah mewakili perasaanku pada si kesayangan. Karena cinta memang sesederhana itu. Sesederhana ingin selalu melihatnya tersenyum, dan andai bisa, akan kuusahakan segala yang kamu harapkan.
“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”
Lalu waktu berjalan cepat. Segala yang menyenangkan memang terasa lebih cepat berlalu. Waktu bersamanya terasa singkat. Namun ketika berpisah, sebuah penantian terasa lama. Kapankah pertemuan akan terjadi?
"Mencintai angin harus menjadi siut
Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal
Mencintai api harus menjadi jilat
Mencintai cakrawala harus menebas jarak
MencintaiMu harus menjadi aku."
Sepertinya masa-masa bulan madu berakhir. Kami mulai banyak berdebat. Yang tadinya perbedaan adalah satu keindahan, kini menjadi sesuatu yang menyebalkan.
“Kita berdua saja duduk,
Aku memesan ilalang panjang dan bunga rumput,
Kau entah memesan apa,
Aku memesan batu ditengah sungai terjal yang deras,
Kau entah memesan apa,
Tapi kita berdua saja duduk.”
Kami berjalan beriringan namun menuju ke hal yang berbeda. Kami tidak lagi bertengkar. Kami hanya diam dan memilih untuk saling meniadakan. Karena sejujurnya, aku juga lelah dengan pertengkaran.
“Aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami
yang telah menciptakan bayang-bayang.”
Mungkin kami memang bukan untuk saling membersamai. Akhirnya ini benar-benar berakhir.
“Yang fana adalah waktu
Kita abadi
Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
Sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi.”
Aku berharap kita abadi.
***
Musim-musim berganti, tahun baru menjelang.
Aku bertemu orang baru. Dan ketika dia berkata,
“Lepaskan semua dari pikiranmu garis warna-warni yang silang-menyilang di benakmu itu.”
Sepertinya aku jatuh cinta lagi ๐
Baca juga: [REVIEW BUKU] Gerhana Kembar by Clara Ng
Aku ingin mencintai dengan sederhana itu juga salah satu karya Sapardi Djoko Damono yang paling saya suka mba Kartika, dan sepertinya yang paling sering dishare sama banyak orang. Feelnya memang deep, dan inginnya bisa betul-betul menerapkan dalam kehidupan nyata. Bagaimana mencintai seseorang, sebetulnya memang bisa sangat sederhana <3
ReplyDeleteSemoga beliau tenang di sisi-Nya. Amiiin.
Aminnn.
DeleteBetul Mbak Eno, sesederhana itu seharusnya ya. Hiks hiks selalu melow kalau baca bait yang ini :)
Saya kalau ingat beliau, ingat sosoknya mbak.. Hahahaha.. Maklum, saya pernah diajar beliau dalam mata kuliah bahasa Indonesia.
ReplyDeletePenampilannya sederhana banget. Ingat kalau ngajar kebanyakan pakai baju putih saja dan dilipat lengannya.
Cuma memang pinter.. walau gayanya sederhana banget
Saya bukan penyuka karya beliau karena nggak ngerti soal sastra, tapi cara dia menyampaikan mata kuliah waktu itu bagus sekali karena mengajak mahasiswanya berpikir
Salam kenal kembali mbak Kartika
Waw, beruntung sekali bisa diajar oleh beliau. Kira2 kelas apa ya Mas? Memang dosen di kampus, atau sebagai dosen tamu saja? Gak kebayang senengnya dan noraknya kalau aku hahaha
DeleteKalau menurut aku, orang yang beneran pinter itu yang bisa menjelaskan dan menyampaikan ke orang lain. Karena banyak banget orang cerdas tapi gak bisa menjelaskan ke orang lain.
BTw, aku belum pernah ketemu sampai beiiau gak ada, hanya bisa menikmati karyanya dari jauh :(