Pillow Talk
“Ibu, boleh ya? Ijinkan aku kali ini saja. Tidak akan ada kali lain. Ini kesempatanku satu-satunya.”
Ibu masih diam tak bergeming.
Entah beliau sengaja tidak mau mendengar, atau sengaja sibuk dengan pikirannya.
Ibu memang selalu seperti itu. Jarang melarangku, namun ketika beliau tidak
suka, akan ditunjukkan ketidaksukaannya secara terang-terangan. Tapi tetap,
tidak ada kata jangan. Tapi aku tahu dari raut wajahnya. Bagaimana tidak,
seumur hidupku aku mengenal dia.
“Aku janji, ini permintaan terakhirku.
Ini akan jadi pengalaman yang hebat buat aku, Bu! Tidak semua orang memiliki
keberuntungan seperti ini.”
Beliau tahu benar sifatku. Aku
tidak bisa dilarang. Kalau keinginanku sudah bulat, aku harus mendapatkannya.
Harus. Tidak bisa tidak. Tapi beliau juga tahu, aku belum berani menentangnya.
Aku percaya restu Ibu nomor satu. Dan saat ini, aku sangat membutuhkan kata ya
darinya.
“Aku akan tunjukkan pada Ibu. Aku
akan membuat Ibu bangga kali ini. Ibu percaya deh sama aku. Boleh ya, Bu?”
Aku juga pantang menyerah. Sama
kuatnya dengan beliau. Entah siapa yang akan mengalah malam ini. Aku bertekad
akan mendapatkannya. Aku harus mendapatkannya. Apapun akan kulakukan demi ibu
berkata ya. Ibu harus berkata ya.
“Apa sih yang Ibu khawatirkan? Aku tidak sendirian kok. Aku juga sudah mempersiapkan semuanya. Aku siap sesiap-siapnya. Ibu hanya perlu percaya padaku, dan merestui aku dengan doa. Aku bisa berangkat dengan tenang.”
Nah, aku sudah mengatakannya. Aku
sangat membutuhkan kata ya darinya. Aku tidak bisa pergi tanpa kata ya darinya.
Ya, aku takut pergi tanpa restunya. Dan Ibu tahu persis itu. DI situ aku mulai merasa
kalah. Menyesal mengatakannya dengan terang-terangan.
“Katakan apa yang Ibu pikirkan.
Apa yang membuat Ibu tidak mau melepaskanku? Berikan alasannya. Kalau alasan
Ibu masuk akal dan aku tidak punya solusinya, mungkin aku akan
mempertimbangkannya.”
Aku masih bertahan. Aku tidak
boleh menyerah. Sudah sejauh ini. Jangan menyerah dulu sekarang, please. Aku tidak ingin Ibu yang menang.
“Bu, katakan sesuatu. Aku tahu
Ibu mendengarku. Pendapat Ibu penting buatku.”
Damn. Aku melakukannya lagi.
“Ibu tidak suka kamu pergi,
titik. Kalau kamu sayang sama Ibu, nggak usah pergi.”
.....
Seharusnya Ibu yang membujukku. Kalau aku yang membujuk Ibu, ya beginilah jadinya.
Baca juga: Janji Ulang Tahun
Sumber foto: www.pexels.com
Ibu saya banget ini mba, bilang jangan sih jaranggggg, tapi kalau nggak sesuka akan rencana saya pasti saya didiamkan π€ͺ Dikasih ijin nggak, dijawab juga nggak π€£
ReplyDeleteBy the way, ditunggu tuturfiksi berikutnya, mba Kartika ππ
Hahaha kayaknya banyak Ibu yang begini ya mbak Eno. Nggak mau ngelarang tp nggak bisa cuek juga sama anaknya hihihi Salam hormat Ibu ya mbak.. ππΎ
DeleteDan akhirnya menyerah tanpa syarat.
ReplyDeleteBegitulah...
Deletewah ibu kita sama mbak
ReplyDeleteibuku juga gitu nggak pernah bilang nggak/jangan tapi wajahnya yang bilang gtu π€£
Nah, ternyata itu modus mereka π π
DeleteKalau ibu udah bilang sebuah kalimat, nggak ada yang bisa ngebantah π ini sungguh realistis sekali wkwkwk
ReplyDeleteTulisan yang bagus, Kak Tikaaa π. Ditunggu karya lainnya π
Sungguh tidak bisa dihindari ya hihihi, terima kasih sudah membaca Lia π€ π€
Deletengamabang? itu kadanag sebuah dilema . akhirnay jadi ragu2 untuk melangkah
ReplyDeleteiya, ebgitulah Bu, kalau tanpa restu Ibu juga ragu mau melangkah huhuhu
Delete