Bumi Manusia (2019), Sudahkah Kita Lebih Maju Daripada Masa Itu?


 
Adegan pertemuan pertama Minke dan Annelis 


Sejujurnya, aku belum membaca tetralogi Pulau Buru. Maafkan daku Bung Pram. Janji, habis gini baca semuanya ๐Ÿ˜†
Tapi melihat ulasan para blogger, menonton trailernya, cukup menggodaku untuk bergegas ke bioskop. Mumpung ada promo diskon Rp15ribu lewat aplikasi hehehe ~pertahankan posisimu sebagai pengabdi diskon, Sis!
Oke, fokus, kembali ke film ya.
Awalnya, sebelum nonton, aku sedikit meremehkan si Iqbaal sih. Beneran bisa nih lepas dari image Dilan??
Setelah menonton, aku bisa bilang akting Iqbaal bagus banget. Rasanya Dilan lewat deh hahaha
Menjadi Minke, Iqbaal berubah menjadi laki-laki Jawa yang cerdas, dewasa, tahu apa yang dia mau, dan memiliki sikap. Gak heran Nyai Ontosoroh langsung merestui Minke bersama Annelis.
Satu adegan yang cukup membuatku kaget adalah betapa santainya Nyai Ontosoroh ketika menemukan putrinya bersama Minke. 




Tapi kemudian aku menyadari. Nyai sangat menghargai perasaan dan keseriusan Minke terhadap putrinya. Nyai sendiri bernasib tidak seberuntung Annelis. Dia hanya menjadi seorang gundik (tidak dinikahi secara hukum). Jadi aku rasa Nyai merasa bukan orang yang tepat untuk sok bermoral atau menilai Minke orang yang buruk.
Pesannya terhadap putrinya cuma satu. Menikahkah dengan orang yang kamu cintai. Sebagai seorang Indo, Annelis memiliki privilese untuk itu. Memiliki nasib yang lebih baik.    
Yang bikin sedih ya, selama di film, aku bisa merasakan betapa diskriminasi itu ada. Bukan saja dari kaum penjajah ke pribumi. Tapi juga sesama pribumi pun saling menjatuhkan.
Yang Indo (separuh pribumi) merasa lebih digdaya. Yang tidak dijadikan gundik, merasa lebih bermartabat.
Sounds familiar?
Sedihnya lagi, aku merasa sampai hari ini masih terjadi juga.

Comments

  1. beruntungnya kita tidak hidup di jaman seperti it lagi ya mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jaman penjajahan sih sudah gak.. tp diskriminasi masih ada ternyata ada ๐Ÿ˜‘

      Delete
  2. Patriarki dan kelas tahta itu memang cukup sulit diubah ya mbak. Tp semangat belajarnya yg diajarkan oleh Minke patut utk dicontoh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya keren ya. Minke emg keren sbg penulis, dan berpikiran maju. Idaman lah ๐Ÿ˜˜

      Delete
  3. Aku melewatkan film film Indonesia dan barat di bioskop beberapa bulan ini. Awalnya pengen nonton Bumi Manusia di hari pertama tapi terlewat dan sampai turun dari bioskop belum juga nonton.

    Soal Iqbal, kurasa the next Reza Rahadian

    ReplyDelete
    Replies
    1. Banyak sih aktor muda yang bagus porensinya saat ini. Mungkin salah satunya Iqbaal ya. Gak harus menggantikan Reza juga sih hehehe

      Delete
  4. Iqbal aktingnya mantab jiwa bgt di film ini ya Mba
    Bumi Manusia super enlightening banget
    --bukanbocahbiasa(dot)com--

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya. Karna berhasil meninggalkan image Dilan ya hehe

      Delete
  5. Hmm jangan² iqbal ni nanti bakal jadi the next reza rahardian karena bisa memainkan berbagai macam karakter. Aku udah underestimate juga sama dia, karena lebih setuju adipati dolken jadi dilan hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mnrt aku Iqbaal cocok bgt jadi Dilan karna Adipati sdh kadung main istimewa di Posesif hehe

      Delete
  6. Aku masih terbengong-bengong karena membaca triloginya belum, menonton filmnya juga belum. Sooo sibuk bener aku sampai nggak sempat menonton bioskop, wkwkwk ... Padahal jutaan orang sibuk menceritakan film ini, ya. Duh ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha klo gak penting mknya gak jadi prioritas mbak ๐Ÿ˜‚

      Delete
  7. Saya sudah baca tetralogi pulau buru, keempat buku, sejak belasan tahun lalu. Dan saya suka banget dengan tokoh Nyai Ontosoroh. Tokoh ini sangat wow banget di bukunya. Pas nonton film ini, penokohan Nyai malah kurang menonjol, yang lebih menonjol si Minke. Dari sisi akting, semuanya oke. Tapi dari sisi cerita di film, emang terasa datar. Mungkin juga karena saya sudah baca bukunya ya. Jadi kayaknya nggak lengkap, gitu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah ini kelemahanku nih mbak. Krn blm baca satupun jadi gak bs membandingkan ๐Ÿ˜‹ dan spt biasa, kalo diadaptasi dr novel, kebanyakan pembaca pasti kecewa ๐Ÿ˜

      Delete
  8. Makin laku aja ya sih Iqbal, nyaingin si Reza Rahardian. hehehe... Kemarin sempet lliat trailernya. Bagus juga nih film

    ReplyDelete
    Replies
    1. Awalnya aku tertarik nonton karna adaptasi novel Bung Pram. Aku sudah membaca buku Pram yg lain, dan suka. Jadi kepo deh yg ini dibuat film.

      Delete
  9. Sounds familiar? Yess...dan sampai sekarang masih merasakan.

    Aku malah belom nonton..habis kalau nonton bareng anak film anak-anak maunya...hiks
    Gimana dong, kan aku jadi belom bisa menilai akting Iqbal gimana..
    Padahal ku yakin versi film dan buku pasti ada kelebihannya


    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga segera dpt temen nonton yang proper ya hahaha biar seru nontonnya hehe

      Delete
  10. Saya pengen banget nonton film ini tapi suami gak mau nonton karena katanya banyak dramanya dan kelamaan soalnya durasinya 3 jam -_-
    Kapan2 baca novelnya aja deh biar gamblang hihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha iya bnr 3 jam. Sblm ntn makan dl yaa atau bawa snack krn pasti laper ๐Ÿ˜‚

      Delete
  11. Saya pengin sekali nonton film ini, Mbak Kartika. Apa daya tangan tak sampai... eh apa daya di Kebumen ga ada bioskop hahaha.
    Dan dari berbagai ulasan yang saya baca, banyak yang membahas soal bagian ibu yang "tidak segarang singa" mendapati anak gadisnya berduaan dengan cowok hehehe.
    Terus banyak juga yang bilang Iqbal kemudaan memerankan tokoh itu.
    Tapi yang paling sedih saya, karena tidak bisa nonton filmnya dan membuktikan semua itu hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha sama Mas. Di Sidoarjo juga ga bnyak curug. Cuma mupeng aja baca cerita di blog Mas ๐Ÿ˜‹๐Ÿ˜‹

      Delete
  12. Ini pendapatnya serius kak bilang akting Iqbal bagus banget? Sebab justru perusak utamanya aktingnya Iqbal. Interpretasinya terhadap Bumi Manusia sangat parah. Ada dua adegan yang memperlihatkan itu. Pertama, saat dia harus jalan ala adat Jawa ke bapaknya. Di situlah seharusnya solilokui Minke yang memprotes feodealisme Jawa ditampakkan. Tapi Iqbal gagal total. Adegan inti kedua yang menampakkan ketidakbecusan iqbal adalah saat kalah sidang. Kegetiran Minke gagal diekspresikan Iqbal sehingga terlihat malah sebagai anak manja yang cengeng.

    Eh jadi panjang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah ini mas kelemahanku. Aku blm baca bukunya. Jadi berdasar penampilan film aja, aku menilai Iqbaal bagus aktingnya.
      Seingatku ekspresi protesnya dapet sih, tapi mgkn tidak se-intens di novelnya ya. Aduh jadi kudu banget nih baca bukunya

      Delete
  13. Saat ini saya lagi ngikutin novel ongoing yang judulnya jejak jiwa.
    yang ambil setting indonesia yang belom jadi indonesia 200 tahun yang lalu.
    kisah cinta noni belanda dan bangsawan jawa.

    jadi cerita ini mengingatkan aku sama novel yang lagi aku baca di webnovel itu.

    ReplyDelete
  14. beruntung banget kita hidup tidak dijaman nya ya mom, ku pernah baca juga ada beberapa novel yang hampir sama dengen cerita ini

    ReplyDelete
  15. Aku juga belum pernah baca juga nonton filmnya. Penasaran sama filmnya. Tunggu yang original aja deh di HOOQ.

    ReplyDelete
  16. Yes, it sounds so familiar, hehe. Tapi semoga semakin berkuranglah ya diskriminasi seperti di film itu di dunia keseharian kita. Manusia semua sama kok, yg membedakan ketakwaannya di hadapan Tuhannya. Nice share, Sis.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama2 mbak๐Ÿ™‚ iya semoga jadi pengingat juga buat kita ya

      Delete
  17. Ya Allah baca postingan mu aku jadi ikut melow kakak. Sendu banget kisahnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masak iya melow hehehe.. sedihnya lebih karna prihatin sih

      Delete
  18. Diskriminasi sampe sekarang masih tetap ada, tapi nggak sekental dulu lagi. Aku taunya cerita Bumi Manusia itu lumayan berat, jadi belum pernah pengen utk baca (termasuk nontonnya)

    ReplyDelete
  19. Reviewnya singkat, padat, dan jelas.

    Aku sudah nonton sih filmnya tapi belum sempat mengulas di blog. So far, aku juga pakai promo pas nonton film ini bareng gebetan :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha tos ya! Klo bisa diskon kenapa harus bayar full ๐Ÿ˜๐Ÿ˜

      Delete
  20. aku gak nonton film nya . huhuhu
    susah rasa nya meninggalkan 2 bocah di rumah untuk sekedar menonton film .
    mau nonton midnight pun hanya wacana

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi semoga dimudahkan ya mbaa.. tapi gak nonton udh bs diwakili kok ya dengan baca2 ulasannya ๐Ÿค—๐Ÿค—

      Delete
  21. Jujur saya belum nonton film ini, karna kirang terlalu duka film tempo dulu.. Tapi makin penasaran karna yg bilang ini film bagus

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya settingnya emang jadul. Yang penting ceritanya Kak ๐Ÿ˜๐Ÿ˜

      Delete
  22. Ya ampun, ak belum lagi nih nonton film d bioskop, apalagi bumi manusia ini harusnya aku nonton tapi waktu belum bersahabat buat ak bisa menontonnya. Pesan moralnya dalem banget ya, jd mau baca novelnya dulu

    ReplyDelete
    Replies
    1. wahh buruan dehh kalo mau nonton, keburu turun lhoo

      Delete
  23. Terlepas dari akting iqbal yang tidak diragukan lagi..., isi ceritanya sampai sekarang masih ada diskriminasi..., entah kapan berakhir.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benerr.. semenjak nonton film ini aku jadi refleksi ke diriku juga. Ternyata aku juga masih sering diskriminasi hiks

      Delete
  24. Bener selama nonton ini rasanya gimana gitu. Sistem stratifikasi warisan kolonial yang menyakitkan hm..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hari ini, di tahun 2020, di Indonesia bahkan di berbagai belahan dunia,, diskriminasi ini masih ada. Hiks.

      Delete

Post a Comment

Halo, terima kasih sudah membaca. Tinggalkan komentar ya, biar aku bisa balas BW ๐Ÿ˜Š

Popular posts from this blog

14+ First Love (2015), Kisah Cinta Pertama dari Sinema Rusia

[REVIEW BUKU] My Sister’s Keeper by Jodi Picoult

Menyambut Hari Tua dengan Memiiliki Asuransi Berbalut Investasi