Teori Tentang Hujan: Mengapa Datang dan Pergi Sesuka Hati
Teori ini muncul akibat pengalaman berulang-ulang perihal
hujan. Tahu kan, bahwasanya pengalaman mengajarkan dan mendewasakan diri kita.
Setelah ditempa berulang kali, harusnya kita tak hanya lebih dewasa, tapi juga lebih bijaksana. Semoga ya, maka
lahirlah teori ini. Ehem.
Oke, kembali ke teori hujan. Mohon jangan pernah menantang hujan. Hujan bisa membaca pikiranmu, juga bisa membolak-balikkan hatimu. Sesuka hatinya, datang dan pergi dalam hidup.
Yhaa~ mari kita sibak dasar teori ini.
Apakah kamu pernah mengalami, setelah motor dicuci bersih malah turun hujan? Gemash bukan! Di hari minggu itu cuaca cukup terik sehingga haqul yakin waktunya tepat untuk mencuci motor. Dengan heroik berangkat ke tempat pencucian motor agar di hari Senin bisa tampil kece. Saat sedang ngantri, langit mulai mendung. Deg-degan sambil berdoa berharap hujan tidak turun dalam waktu dekat. Yak, baru saja keluar dari tempat pencucian, hujan turun dengan teganya.
Apakah hujan tahu perasaan si empunya motor? Tentu mangkel. Sudahlah disediakan waktu khusus ke tempat cuci motor, merelakan waktu rebahan bobo siang sampai sore, ngopi dan beli cilok sambil nunggu motor selesai dikerjakan, lalu membayar sejumlah uang. Lihat betapa banyak daya dan upaya yang dikeluarkan demi terselenggaranya kondisi motor yang bersih dan cling di awal minggu.
Oke, kembali ke teori hujan. Mohon jangan pernah menantang hujan. Hujan bisa membaca pikiranmu, juga bisa membolak-balikkan hatimu. Sesuka hatinya, datang dan pergi dalam hidup.
Yhaa~ mari kita sibak dasar teori ini.
Apakah kamu pernah mengalami, setelah motor dicuci bersih malah turun hujan? Gemash bukan! Di hari minggu itu cuaca cukup terik sehingga haqul yakin waktunya tepat untuk mencuci motor. Dengan heroik berangkat ke tempat pencucian motor agar di hari Senin bisa tampil kece. Saat sedang ngantri, langit mulai mendung. Deg-degan sambil berdoa berharap hujan tidak turun dalam waktu dekat. Yak, baru saja keluar dari tempat pencucian, hujan turun dengan teganya.
Apakah hujan tahu perasaan si empunya motor? Tentu mangkel. Sudahlah disediakan waktu khusus ke tempat cuci motor, merelakan waktu rebahan bobo siang sampai sore, ngopi dan beli cilok sambil nunggu motor selesai dikerjakan, lalu membayar sejumlah uang. Lihat betapa banyak daya dan upaya yang dikeluarkan demi terselenggaranya kondisi motor yang bersih dan cling di awal minggu.
Baca juga: Kamu di Tim Waze atau Google Maps
Tapi apa yang terjadi. Hujan yang baru turun segera
memercikkan pasir-pasir baru ketika terpaksa melewati genangan. “Gak papa mbak,
nanti disiram lagi saja di rumah, agar kotoran baru tidak menempel.” hibur si
mas pencuci motor. Baiqlah~
Bagaimana dengan perasaan si mas pencuci motor? Meski dia
sudah dibayar komisi per motor yang dicuci, apakah kiranya hatinya takkan
terluka? Hasil kerjanya tampak sia-sia. Tak terlihat kebersihan paripurna yang diusahakannya
dalam 15 menit terakhir. Adakah yang sungguh-sungguh mempertanyakan
perasaannya? Sepertinya hanya pemilik motor yang merasa nasibnya paling merana
di dunia.
Apakah kamu juga pernah mengalami, wahai orang-orang yang hobinya
bawa payung atau jas hujan untuk melindungi saat hujan datang? Setelah
berhari-hari bawa payung atau jas hujan namun tiada hujan yang turun, sekalinya
lupa bawa, malah hujan sederas-derasnya? Bagaimana perasaaan kalian? Katakan
sejujurnya ~lagu lawas mode on.
Sebel kan ya?! Gondok, iya! Banget!
Ibarat peribahasa: karena nila setitik, rusak susu
sebelanga. Usaha selama ini, sejauh ini, membawa payung ikut serta ke mana hati
kaki ini melangkah, sirna semua hanya karena satu hari saja, SATU SAJA, lalai.
Dimana letak surga itu keadilan sosial bagi seluruh rakyat pembawa
payung?
Baca juga: Kali Kedua ke Ijen Banyuwangi
Lalu, sekali lagi, apakah kamu-kamu wahai kaum pecinta
tanaman, sedang galau apakah hari ini harus menyiram atau tidak, ketika
akhirnya memutuskan untuk menyiram, eh tidak lama hujan juga turun mencurahkan
semuanya?
Kadang terlintas sebuah pertanyaan, apakah air yang
disiramkan ke tanaman-tanaman kesayangan itu adalah pengejawantahan dari
pelajaran di sekolah dasar dahulu, perihal asal muasal hujan? Air di bumi menguap,
lalu berkondensasi menjadi embun. Suhu udara yang semakin tinggi membuat embun
memadat menjadi awan. Ketika kondisi awan jenuh, lalu curhat ke Kale turunlah
hujan. Apakah kegiatan menyiram ini sungguh berkontribusi secara nyata pada
fenomena alam yang bernama hujan ini?
Sama halnya dengan air yang digunakan untuk mencuci motor.
Apakah air yang sama juga memotivasi embun dan awan menjadi hujan? Secepat
itukah proses turunnya hujan? Kenapa hujan tidak peka, atau setidaknya mau
memberi jeda agar paling tidak motor bisa sampai di rumah dengan kondisi kering
nan klimis? Kenapa???
Lalu apa kabar si payung? Tidak ada setetes pun air yang
dilibatkan dalam hal ini. Tidak akan ada yang menguap, bla bla bla lalu turun
hujan. Apakah hujan hanya ingin mempermainkan perasaaan saja? Merasa ditantang
dengan sengaja tidak membawa payung? Suwer Jan, ini ketidaksengajaan!
Bagaimana hujan bisa tahu, kalau hari itu payung atau jas
hujan tidak terbawa? Bagaimana mungkin dia tahu? Kenapa awan memilih hari itu
untuk nembak Kale jenuh dan akhirnya turun hujan? Gak bisa hari lain
apa? Malam minggu misalnya, ketika si jomblo di rumah saja makan indomie rasa ayam
bawang dengan telur setengah matang, gak perlu payung atau jas hujan kan?
Sungguh, tiada yang tahu misteri alam ini. Yang bisa dilakukan hanya bersyukur masih datang hujan, dan itu artinya waktunya minum susu coklat sambil nonton drakor kesayangan di rumah.
Sumber gambar: pixabay.com/jillwellington
Ma sya Allah, serasa bermain di taman kata-kata yang bisa mengayun perasaan. Saya tidak paham teori menulis apa pun, saya hanya merasa tulisan tentang hujan ini bisa membuat perasaan terayun-ayun... Menyenangkan! Sukses, ya!
ReplyDeleteTerima kasih sudah mampir dan membaca ya! Semangat juga menulisnya ππ
DeleteMasya allah kak, nice post kak
ReplyDeleteTerima kasih sudah membaca ππ
DeleteCukup simple aja. Karna di bumi mempunyai banyak mahluk... Seperti kata pepatah. Yang terbaik untuk mu bisa jadi yang terburuk untuk orang lain.
ReplyDeleteMenurut sains hujan turun itu suatu kejadian alam yang alami dan dapat di jelaskan. Tapi ada suatu kondisi dimana hujan turun tapi sulit untuk di jelaskan baik secara sains ataupun logika.
Bukan hujan yang punya pikiran, tapi yang punya hujanlah yang punya pikiran.
Terima kasih Bang. Betul sekali, manusiaah yang punya daya pikir, bukan sebaliknya.
DeleteSesungguhnya ini hanyalah sebuah tulisan tsurahan hati Bang π btw, terima kasih sudah membaca Bang