Catatan Awal Tahun



Selamat tahun baru teman-teman! Semoga di tahun 2022, kita semua diberi kesehatan biar tetap rajin menulis ya 😊

Ya ampun kangen sekali dengan blog tercinta ini πŸ’“

Ini adalah blogpost-ku yang pertama di tahun 2022, setelah hiatus beberapa bulan karena pekerjaan baru yang sangat menyita waktu dan tenaga. Fiuh. Beruntung aku segera sadar dan membuat keputusan yang tepat.

Sedikit curhat ya di posting pertama ini... πŸ˜†

Jadi ceritanya di bulan September 2021 aku mendapat sebuah pekerjaan yang cukup membagongkan. Secara pekerjaan, aku sangat tertarik dan merasa tertantang karena beberapa detail dari pekerjaannya adalah sesuatu yang belum pernah aku kerjakan sebelumnya. Kompensasinya juga oke, sesuai yang aku inginkan. Cuma satu hal yang sedikit mengganjal, yaitu lokasi bekerjanya yang cukup remote.

Tadinya aku pikir, lokasi bukan masalah. Toh sekarang komunikasi sudah sangat mudah. Aku tidak akan menemui kesulitan untuk menghubungi keluarga dan bakal tetap happy selama di tempat bekerja.

Di bulan pertama, semua masih berjalan lancar. Pekerjaan berjalan lancar dan aku masih merasa happy.

Masuk ke bulan kedua, pekerjaan mulai terasa berat karena sungguh, aku mulai mengalami homesick level akut.

Baru kali ini aku menyadarai betapa aku adalah seorang yang family person. Selama ini, aku bekerja selalu pulang ke rumah. Meski di rumah tidak selalu akur dan tentram (hehe biasa lah ya), tapi menjadi bagian dari sesuatu adalah penting buat aku. Ada yang menunggu kepulanganku, ada yang kutuju untuk pulang ketika selesai bekerja, ada teman untuk diajak bicara, ada teman makan dan nonton bareng, bahkan meski masing-masing sibuk scrolling HP sendiri-sendiri, aku tahu aku punya teman di sampingku πŸ˜…

Ternyata ini penting buat aku πŸ˜ƒ

Iya, sereceh itu ternyata diriku 😒

Tidak pernah kusadari sebelumnya...

Aku jadi mulai bertanya-tanya, Seberapa besar ketertarikan pekerjaan ini dibanding aku harus kehilangan hal yang penting buatku?

Lalu datang juga pikiran ini:

Apakah semua ini sepadan?

Sungguh, aku bukan orang yang mudah menyerah atau quitter, kata anak JakSel.

Aku mencoba menggali apa yang sebenarnya aku harapkan dari pekerjaan ini. Apakah ada pengalaman baru yang ingin aku cicipi? Apakah ada pertemanan baru yang bisa aku rangkul di sini? Apakah ada pelajaran hidup yang bisa aku dapatkan dari sini? Aku berusaha mencari apa yang bisa membuatku bertahan di sini.

Sayangnya, jawaban yang aku punya hanya, aku ingin pulang.  

Memasuki bulan keempat, aku putuskan untuk segera mengambil keputusan. Bertahan di sini dengan hati di rumah, tidak akan membuatku menjadi lebih produktif dan efektif. Pikiranku sudah bercabang. Tidak baik untuk kesehatan...

Tepat di malam pergantian tahun 2022, aku pulang ke rumah. Aku ingin menyambut tahun baru di rumah bersama orang-orang yang kusayang. Pekerjaan selalu bisa dicari, tapi tidak dengan waktu bersama keluarga, kayaknya begitu ya πŸ˜‹

Aku rasa itulah hikmah yang bisa kuambil selama 4 bulan kemarin. Aku jadi lebih mengenal diriku sendiri. Apa yang ternyata penting buatku, dan bisa membuatku happy.

Dan kini, aku kembali bekerja dengan keluarga yang selalu dalam jangkauan jarak pandang. Ah, kenapa baru ingat betapa aku membenci LDR ya, hahaha...





Credit: Photo by freestocks.org from Pexels

Comments

  1. Wajar sih kalo kerja jauh dari keluarga jadi kangen, aku juga belum pernah kerja jauh dari anak istri.

    Biarpun di rumah kadang ribut tapi namanya keluarga tetap ngangenin ya mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah iya bener ya mas, aku jadi mikir apakah ini pertanda aku sudah semakin dewasa (menolak dibilang tua πŸ˜‚), bahwa hal2 diluar kebersamaan keluarga menjadi kurang penting lagi dibanding dulu πŸ˜† tapi sekarang hepiii dan legaaa

      Delete
  2. Yg penting bisa kerja dengan hati happy ya mba. Kalo udh ga bikin happy, memang bagusan tinggalin aja. Aku dulu memutuskan resign, Krn semakin lama makin ga sreg Ama job desk kantor yg berubah sepihak. Tiap pergi ke kantor selalu marah, hati kesel, karena inget kerjaan yg udh ga sesuai prinsip. Akhirny setelah aku pikir lama, memang bgsan resign. Aku lebih rela ninggalin gaji gede, benefit bagus, yang penting hati nyaman. Tapi kalo LDR akupun ga mau mba. Anti banget. Aku lebih milih ikut suami aja drpd harus LDR.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul mbak, kalau hati sudah nggak sreg susah mau ditahan2 ya. Mendingan dilepas saja biar win-win solution. Rejeki mah luas adanya, nggak usah khawatir karna selama kita berusaha pasti ada jalannya :)

      Delete
  3. Itu ada feeling / firasat juga sih mba biasanya, yg bikin kita jadi ragu untuk ambil kerjaan itu. Diikuti aja dulu feeling-nya. Kalau memang rezekinya, walau jauh dan susah pun, hatinya akan Allah bantu untuk yakin...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak, kayaknya memang gak rejeki di sana. Alhamdulillahnya langsung dapat ganti sesuai yang dimau, lokasi dekat dan kerjaannya juga sesuai. Kayaknya 4 bulan di sana hikmahnya lebih kenal dengan diri sendiri :)

      Delete
  4. waaah .. beberapa tipe orang kayak gini emang pernah aku temui, aku pun kadang demikian, kadng pula engk, tergantung prioritas kan jadinya ya mba. But its okay, pekerjaan bisa dicari lagi. tapi keluarga emang nomer satu sih. Meskipun ketika dirumah ya sibuk dengan aktivivtas masing-masing. HEhe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yaaa mungkin menjadi dewasa seperti itu ya, mba. Sudah semakin tau prioritas dalam hidup masing2.

      Delete

Post a Comment

Halo, terima kasih sudah membaca. Tinggalkan komentar ya, biar aku bisa balas BW 😊

Popular posts from this blog

14+ First Love (2015), Kisah Cinta Pertama dari Sinema Rusia

[REVIEW BUKU] My Sister’s Keeper by Jodi Picoult

Mau Staycation atau Business Trip? Ini Bukti Cintaku, #PastiAdaOYO Jawabannya