[REVIEW BUKU] Wisdom of Gontor by Tasirun Sulaiman

ceritagontor.wordpress.com


Ini buku kedua yang aku review di tahun ini. Melenceng jauh sekali dari target, yang seharusnya One Week One Book, jadinya One Month One Book, hiks (sebagai catatan tambahan, proyek pribadi ini aku luncurkan di bulan Februari 2020, cerita selengkapnya ada di Review Buku My Sister’s Keeper).
Oke, stop sedihnya. Yang penting, buku kedua sudah selesai dibaca dan bisa direview di blog. 
Buku ini aku pinjam di aplikasi Perpusnas, kupilih di karena sejak dulu aku selalu tertarik dengan kehidupan pesantren. Persisnya sejak membaca Negeri 5 Menara-nya Ahmad Fuadi, aku suka sekali membaca serunya kehidupan di pesantren. Aku membayangkan serunya juga seperti di Hogwarts. Ratusan anak-anak hidup bersama, saling kompak, tolong menolong, musuhan juga, wah seru pokoke. Karena aku membaca serial HarPot dulu jadilah aku referensinya ke Hogwarts, mohon dimengerti :D


DATA BUKU

Judul: Wisdom of Gontor
Penulis: Tasirun Sulaiman, 2009
iSBN: 978-979-8394-83-6
Penerbit: PT Mizan Pustaka


RESENSI

Tenyata buku ini tidak bercerita soal kehidupan di pesantren. Lebih dari itu, buku ini berkisah tentang wisdom atau kearifan yang diajarkan di Gontor, dikisahkan oleh alumni Gontor.
Baik dari sikap dan keteladanan K.H. Ahmad Sahal maupun K.H. Imam Zarkasyi atau ajaran yang menjadi visi Gontor yang menyerupai semangat liberte, egalite, dan fraternite yang meledakkan revolusi Perancis, tapi dalam kemasan semangat nilai baru dengan ditambahkan keikhlasan, kesederhanaan, dan persaudaraan Islam (hal. 21).
Sebagai orang awam dan berasal dari luar lingkungan Gontor, membaca buku ini membuatku bisa menyelami ajaran-ajaran Gontor, dan semakin percaya bahwa dari kesederhanaan dan teladan para gurulah, ilmu itu bisa diterima oleh murid-murid, untuk kemudian dibawa hingga ke masa dewasa.
Tidak semua wisdom atau kearifan Gontor yang akan kuceritakan di sini. Aku akan menceritakan beberapa yang menurutku sangat relate dengan kehidupan kita sebagai pribadi yang ingin terus memperbaiki diri.

Jangan pernah bosan menjadi orang baik
Pernyataan tersebut menyerupai gulungan gelombang lautan yang menghantam karang-karang di tengah lautan. Tak henti-hentinya terus didengungkan. Tak jemu-jemunya digemakan. Barangkali, itulah tugas dan misi yang paling utama dalam kerja dunia pendidikan: mengantarkan siswa-siswa menjadi orang yang baik (hal. 36). 

Bahkan dalam jejaring alumni di milis Gontorian, K.H. Hasan Abdullah Sahal masih mengingatkan penggalan itu:
“Telah kausadari bahwa orang baik yang bertempat di pembuangan sampah sekalipun akan berjasa dan mulia karena ia telah menyingkirkan sampah yang mengganggu masyarakat. Namun sebaliknya, orang yang jahat sekalipun bertakhta di tempat terhormat, ia adalah perusak dan pengacau masyarakat karena ia sebetulnya adalah sampah.” (hal. 35)

Menjadi orang baik itu yang bagaimana? Bukankah manusia adalah makhluk yang berbuat salah, Errare humanum est?
Ketika orang terus berusaha menjadi orang baik, dia akan terus berusaha melakukan amal kebajikan. Kebajikan adalah semua bentuk kerja yang bisa memberikan kemanfaatan kepada yang lain, bukan semata kepada dirinya. Adapun kejahatan dan keburukan adalah kebalikannya (hal. 38).
Karena alasan itulah, orang tidak boleh jemu dan bosan menjadi orang baik, sebab menjadi orang baik tetaplah akan beruntung. Mengapa mesti beruntung? Karena jiwanya yang paling berharga selalu terselamatkan selamanya. Jiwa adalah kekayaan yang paling mahal dari makhluk bernama manusia (hal. 42).

Gontor untuk semua golongan
Mengapa buku fiqih Bidayatul Mujtahid karya Ibn Rusyd, seorang ilmuwan Muslim menonjol di Spanyol pada Abad Pertengahan, diajarkan di Gontor?
Pemikiran ibn Rusyd yang di Barat dikenal dengan nama Averros oleh para sejarahwan diakui banyak memengaruhi kebangkitan ilmiah di Eropa. Zaman itu sering dikenal dengan sebutan nama Aufklarung atau Enlightment Epoch.
K.H. imam Zarkasyi tentulah memiliki alasan yang jelas dan target yang nyata yang sudah didesain. Melihat buku yang didalamnya dirangkum berbagai pemikiran dari berbagai mazhab fikih besar, sepintas lalu orang akan berkomentar, mau dibawa ke mana siswa-siswa Gontor? Tidak bermazhab?
Jawabnya pasti sederhana, “Dibawa untuk bisa memahami alasan-alasan yang digunakan maisng-masing mazhab dalam ijtihad membuat keputusan hukum dan tujuannya jelas, menghilangkan segala jenis fanatisme buta (hal. 46). 

Gontor dan kemordenan
Kemodernan pada hakikatnya adalah daya dan energi yang memampukan sesuatu terus ikut bergerak menyerasikan diri dengan gerak zaman.
Kapan kemordenan Gontor dimulai?
Kemordenan Gontor jauh mengada sejak K.H. Ahmad Sahal dan K.H. Imam Zarkasyi merintis Gontor. Gontor ingin menyiapkan para lulusan yang siap hidup dan menaklukkan zamannya.
Pada masa lalu, setiap ada kunjungan duta atau pejabat, gurur-guru tetap mengajar di kelas. Mereka dipersilakan melihat kelas-kelas itu; melihat bagaimana sisa dan guru belajar dan mengajar. Tidak ada rasa cemas dan khawatir, jangan-jangan ada yang salah.
Dengan kepercayaan diri yang tinggi, Gontor membuka diri untuk dilihat dan kalau harus mendapat kritikan itu merupakan sebuah masukan untuk kemajuan. Sikap hidup percaya diri dan terbuka menjadi watak Islam yang sesungguhnya seperti yang dicontohkan pada masa-masa gemilang Islam (hal. 55).
Kemordenan Islam adalah semangat untuk memimpin zaman dan memberikan nilai baru; memberikan nilai Islami. Sikap-sikap berani membuka diri itulah yang dimaksudkan dengan sikap kosmopolit Islam. Islam yang modern.  
K.H. Ahmad Sahal dan K.H. Imam Zarkasyi dengan kepercayaan diri yang tinggi selalu mengatakan:
“Aku tidak peduli dengan celaan orang-orang yang hanya bisa mencela.”
Zaman-zaman telah berubah. Musim-musim berganti. Itulah kehidupan. Juga kemodernan itu sendiri. Tapi keajekan dalam menyikapi setiap perubahan itulah kemordenan yang sesungguhnya. (hal. 58)


Kebebasan 
Dalam pandangan agama Islam, seperti yang diajarkan dalam fiqih, juga dikatakan bahwa yang membuat seseorang itu diikat oleh tanggung jawab agama adalah karena dia sudah dewasa. Dewasa biasanya ditandai dengan kemampuan membedakan, mumayyiz. Setelah bisa membedakan benar dan salah, juga tahu apa akibatnya, barulah dia memiliki kebebasan. Kebebasan untuk menentukan pilihannya dan harus berani menanggung akibatnya. Karena itu, kemudian diapun akan dikenai tanggung jawab karena pilihannya tidak dipaksa oleh orang lain atau pihak lain. Artinya, dia telah berpikir bebas sebelum menjatuhkan pilihannya. Orang gila atau anak-anak tidak dikenai tanggung jawab karena tidak bisa berpikir dalam pengertian mempertimbangkan benar dan salah serta apa akibatnya (hal. 86).
Di Gontor sering sekali dikutip kata-kata Dr. Mahmud Saltut, yang mengatakan bahwa kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain. Seseorang bebas menggemakan musik rock kesayangannya. Tapi orang lain juga berhak mendapat ketenangan dan tidak boleh terganggu. Orang lain juga harus terjaga kebebasannya. Kalau dia terus memaksakan kehendaknya memutar musik yang mengganggu ketenangan orang lain, orang yang merasa diganggu dan dirugikan bisa melaporkan adanya gangguan itu.
Dan kalau itu benar, kebebasan yang dituntut seperti mendengarkan musik cadas dengan dentuman yang menggelegar, dia harus punya ruang kedap suara! Silakan nikmati kebebasannya!
Kebebasan berpikir menjadi moto Gontor, tapi itu juga tidak identik dengan berpikir bebas –vrij denker atau free-thinker. Berpikir bebas tetap ada koridor atau frame-work-nya, yakni Al-Quran dan Sunnah. Berpikiran bahwa Tuhan telah mati dan kita bebas, kehidupan sesudah mati tidak ada, manusia berasal dari atom Tuhan, karena itu manusia abadi adalah berpikir bebas yang kebablasan.
Kebebasan-kebebasan seperti itu adalah kebebasan kanak-kanak yang lebih menyerupai hasrat. Kebebasan sesungguhnya adalah kematangan berpikir dan tanggung jawab. Karena itu kebebasan kemudian dipersandingkan dengan moto ukhuwah islamiyah dan juga berpengetahuan luas agar kebebasan tetap dalam kerangka yang seharusnya. (hal. 88)

Melek walang
Benarkah seekor walang, atau belalang, tidak bisa melihat meski matanya terbuka?
Belalang tentu bisa melihat dengan lensa matanya yang besar, tapi ia tidak bisa membedakan banyak hal, kecuali hitam dan putih, terang dan gelap. Tapi manusia bukanlah seekor belalang. Manusia memiliki alat-alat indrawi yang lebih sempurna dan juga disempurnakan dengan pikiran dan agama. Lewat alat-alat indrawinya itulah kemudian pikirannya mendapat data, mengolahnya, dan memberikan keputusan.
Ketika berada di Gontor, siswa dinasihati oleh K.H. Imam Zarkasyi agar membuka semua alat indrawi yang dimiliki sepenuhnya. Channel-channel itu jangan sampai tersumbat atau tertutup hingga tidak bisa menyerap semua apa yang ada di Gontor.
Jangan melek walang di Gontor ini.” (hal. 136)
Untuk menjelaskan melek walang, mata melihat, tapi tidak dapat memahami apa maksudnya, K.H. Imam Zarkasyi suka bercerita tentang “Tujuh Orang Buta dan Seekor Gajah.” (Seven Blinds and Elephant) yang berasal dari filsafat Cina kuno.
Dia bercerita bahwa ada tujuh orang buta yang ingin mengetahui binatang yang bernama Gajah. Mereka kemudian ditempatkan di posisi yang berbeda-beda dan dipersilakan untuk mengindra dan mencari informasi tentang gajah. Setelah dirasakan cukup, mereka dibawa kembali ke suatu tempat dan ditanyai pendapatnya tentang gajah. Ternyata ketujuh orang itu nyaris bertengkar, masing-masing yakin dengan apa yang diketahuinya. Masing-masing fanatik dengan pendapatnya! Gajah itu, seperti kipas, seperti beduk, seperti tiang, seperti tombak, seperti cemeti.
Mereka tentu tidak salah dengan berpegang kepada pendapatnya itu. Mereka memang mengetahui sendiri seekor gajah itu seperti itu! Tapi, yang salah adalah sikap fanatik mereka yang mau benar dan menang sendiri. Padahal, ada pendapat yang lebih benar tentang gajah itu! (hal. 140)
Orang dengan pandangan pemikiran yang lebih terbuka akan mau mengkaji dan menimbang, lalu menerima atau menolak. Tapi orang dengan pandangan sempit, picik, dan tertutup pastilah harus menolak setiap pandangan yang berbeda dengan dirinya, kalau Gajah tidak seperti kipas berarti salah!
Siswa-siswa dan alumni Gontor tidak boleh menjadi seperti tujuh orang buta itu benar-benar menjadi garis tebal yang selalu ditekankan K.H. Imam Zarkasyi –menjadi fanatik buta!
Fanatik buta tidak saja dalam pandangan agama, sekte, golongan, partai, organisasinya. Yang pasti, fanatik buta itu sesuatu yang membahayakan terhadap orang lain juga terhadap dirinya sendiri.
Karena alasan itulah K.H. Imam Zarkasyi tidak bosan-bosan menyadarkan dan menyadarkan kembali siswa-siswa Gontor agar selalu membuka diri –membuka mata, membuka pikiran, dan membuka hatinya. (hal. 143)

Hidup
Apa itu hidup?
Hidup yang sejengkal kadang digunakan untuk meraih popularitas, ingin mendapat pujian, tepuk tangan, dan kilatan lampu-lampu. Tapi hidup itu sendiri adalah sebuah misteri, sesuatu yang di dalamnya penuh dengan teka teki yang harus dipecahkan (hal. 145).
Bagi Gontor, hidup adalah amanat yang harus dimenangkan. Dimenangkan dengan cara tetap menjaga tanggung jawab hidup dan tugas hidup. Hidup adalah seperti sepotong ungkapan tadi, perjuangan dan menjaga akidah.
Jihad tidak diartikan dengan meledakkan bom terhadap orang yang berbeda agama. Tidak melakukan penyerangan. Tidak melakukan tindakan yang menghalang-halangi orang yang berbeda keyakinan. Dan tidak mau menang sendiri karena merasa dirinya paling benar (hal. 146).
Jihad juga berarti melakukan kerja dan amal yang dapat memberikan keadilan dan kemaslahatan. Memberikan daya guna dan perbaikan. Apakah dengan meledakkan bom-bom yang meregangkan banyak nyawa orang tak berdosa, ketidakadilan dan kemiskinan bisa dihilangkan? tanya K.H. Hasan Abdullah Sahal di milis Gontorian.
Ketidakadilan haruslah diperangi, di mana pun dan kapan pun, karena itu adalah musuh Islam yang sesungguhnya. Tapi, di mana letak ketidakadilan itu?
Kita tidak sadar bahwa ketidakadilan sering bersemayam di dalam dada kita, di pikiran kita, di balik kopiah dan jubah kita. Lalu dengan kepentingan dirilah kita menghalalkan segala cara untuk memenuhi hasrat kita. Kalau faktanya seperti itu ketidakadilan sudah pasti tidak bisa dihilangkan dengan ledakan bom. “Ujung-ujungnya rakyat juga yang menjadi semakin susah hidup.” kata K.H. Hasan Abdullah Sahal. Kalau menjadikan rakyat yang sudah susah menjadi lebih susah, apa itu jihad? (hal. 148).

Resep
“Kalau tidak kerasan di Gontor, cobalah seminggu dulu. Kalau seminggu tidak kerasan juga, cobalah sebulan. Sebulan tidak kerasan juga, cobalah setahun. Setahun tidak kerasan juga, cobalah dua tahun... enam tahun tidak kerasan juga, boleh pulang.” – K.H. Imam Zarkasyi (hal. 167).

Orang pandai
Siapakah gerangan orang pandai?
Predikat orang pandai biasanya dinisbahkan kepada orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual. Orang yang menguasai ilmu-ilmu eksakta dengan baik. Orang yang nilai rapornya 8, 9, 8, 9.
Orang pandai dalam kacamata K.H. Ahmad Sahal adalah mirip dengan orang bijak itu sendiri. Bisa membawa diri dan menempatkan diri karena memiliki mental tidak minder dan tidak juga sombong karena kecerdasan yang dimiliki. Orang bijak juga bisa mengendalikan emosinya dengan baik dan dengan tepat (hal. 179).
“Dalam masyarakat, di mana anak-anakku berada, hendaklah pandai-pandai meletakkan, menyelaraskan, menyesuaikan serta membawa diri. Dengan demikian, maka akan berhasillah usahamu dalam menunaikan kewajibanmu. - K.H. Ahmad Sahal (hal. 173).

Sabar

Hidup di Gontor itu butuh kesabaran.
Setiap saat bel saksi sejarah berdentang. Setiap dentangan adalah pergantian. Suka atau tidak saat sedang melakukan aktivitas apa pun, ketika bel berdentang, kita harus mengikuti arah bel itu.
Bel berdentang, maka itu perubahan.
Maka di Gontor yang abadi adalah perubahan itu sendiri. Setiap kali terjadi perubahan. Lalu datang perubahan. Dan perubahan lagi. kemudian perubahan lagi. tidak ada yang tetap dan berhenti. Terus bergerak.
Hidup di Gontor terus bergerak cepat ke depan, dan kalau berhenti akan terjadi masalah?
Itu benar!
Waktu makan, tidak mau makan? Maka dapur pun akan segera segera tutup. Waktu mandi tidak mau mandi, maka tidak akan mendapat giliran. Waktu ke masjid tidak bergerak ke masjid, makan akan disetrap, digelandang oleh bagian keamanan. Bahkan terlambat ke masjid pada sore hari, bisa-bisa diberhentikan dan berdiri di depan Masjid Jami yang agung itu.
Jadi, jika tidak akan membuat masalah bagi dirinya, tentu juga akan menimbulkan masalah bagi yang lain; menjadi urusan orang lain; bagian keamanan, bagian pengajaran, dan lainnya.
Kalau tidak dilatih belajar sabar, tentu akan berat sekali. Bisa-bisa baru tinggal seminggu di Gontor, kemudian kabur dan angkat koper (hal. 184).
Tapi kesabaran yang menjadi sasaran atau obyek yang akan dicapai sesungguhnya adalah pembentukan mental. Menanamkan nilai kesabaran di Gontor itu adalah dicelupkan dalam serangkaian aktivitas hidup yang sudah didesain oleh K.H. Ahmad Sahal dan K.H. Imam Zarkasyi, hidup yang terus-menerus berubah. Hidup yang terus-menerus bergerak.
Jika mengikuti pola hidup yang sudah didesain itu mengalami masalah, dia akan melakukan remedi dengan sendiri secara pelan-pelan. Membuat toksin kesabaran sedikit demi sedikit memenuhi bagian tubuhnya. Dalam hitungan bulan dan tahun, mental sabar itu akan terbentuk.
Kesabaran adalah senjata dan kendaraan yang biasa digunakan untuk memenangi kehidupan yang bergerak lebih pesat lagi di luar Gontor. Ingin cepat kaya, ingin naik pangkat. Ingin meraih jabatan, ingin mendapat popularitas, dan seterusnya, jika tidak menggunakan kesabaran, orang harus memilih senjata dan kendaraan lain.
Para filsuf dan para orang suci mengatakan sabar dan bersabarlah, itulah pilihan orang biijak, tidak ada yang lain. Orang menjadi bijak karena dia bisa bersabar menerima setiap kemalangan yang menimpa dirinya. Dia selalu optimis ada jalan keluar dari setiap permasalahan. Dan dia tahu Tuhan tidak pernah menimpakan beban melebihi kemampuan dan takarannya (hal. 187).

Comments

  1. Buat aku ini bukunya berat mba. Tapi ini buku sangat apik dibaca di waktu luang. Banyak mengajarkan kita makna dan arti berkehidupan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya betul Mbak. aku saja butuh hampir 1 minggu untuk menyelesaikannya. Reviewnya pun cukup panjang ya hehehe karena banyak yang bagus, jadi ingin menyimpannya di blog

      Delete
  2. “Telah kausadari bahwa orang baik yang bertempat di pembuangan sampah sekalipun akan berjasa dan mulia karena ia telah menyingkirkan sampah yang mengganggu masyarakat. Namun sebaliknya, orang yang jahat sekalipun bertakhta di tempat terhormat, ia adalah perusak dan pengacau masyarakat karena ia sebetulnya adalah sampah.”

    MasyaAllah.... buku ini baguuuusss banget
    Ku pingin baca nih Mbaaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bagus banget Mbak! Buku ini sudah cukup lama Mbak, aku pinjemnya di Perpusnas :)

      Delete
  3. Waw buku yang bagus mba. Ternyata ini buku lama ya. Walau lama, tapi ilmunya dalem dan selalu bisa diterapkan di semua zaman. Aku suka dengan pesannya bahwa kita ga boleh bosan menjadi orang baik. Karena orang baiknya jiwanya akan selalu selamat. Suka aku

    ReplyDelete
    Replies
    1. Banyak hal yang menghangatkan hati saat membaca buku ini. Makanya kutulis semua yang kusuka dari buku ini, buat kenangan :)

      Delete
  4. Sepakat mbak dengan kata-kata 'hidup adalah amanat yang harus dimenangkan'. benar banget mbak terutama amanat hidup kita sebagai makhluknya Allah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. bener ya Mbak Dyah, kita gak boleh mudah menyerah dan cuma berpangku tangan. Hidup ini harus diperjuangkan, sampai gak ada lagi yang bisa dilakukan.

      Delete
    2. Iya mbak, namanya juga hidup, harus tetap berjuang. Kapan istirahatnya? kelak di JannahNya

      Delete
  5. Aku suka deh part, jangan pernah bosan jadi orang baik. Walopun pada kenyataannya kadang jadi orang baik itu suka diakal-akalin dan diperlakukan semena-mena sih mba. Nice book, banyak kearifan yang bisa diambil daari Gontor ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Meski kadang menjadi orang baik lelah dimanfaatkan, tapi hangat hatiku membaca, "Karena jiwanya yang paling berharga selalu terselamatkan selamanya."

      Delete
  6. Banyak makna hidup yang dapat diambil dari buku ini yang bisa selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari ya, bukan ditujukan hanya utk lingkungan pesantren semata.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak, makanya ingin kusimpan di blog ini biar gak hilang dalam ingatan

      Delete
  7. Bagus sekali bukunya, dulu beli di mana?
    hidup adalah amanat yang harus dimenangkan. Dimenangkan dengan cara tetap menjaga tanggung jawab hidup dan tugas hidup. Hidup adalah seperti sepotong ungkapan tadi, perjuangan dan menjaga akidah.
    Top banget

    ReplyDelete
    Replies
    1. aku pinjam di perpusnas Ambu. Aku pun tidak menyesal meminjam dan membacanya :)

      Delete
  8. Sepertinya bukunya termasuk berat ya, Mbak? Tapi tergantung pribadi yang membaca juga sih ya. Buku-buku seperti ini memang sarat makna tentang kehidupan ya, aku biasanya pinjam buku punya bapak mertua kalau mau baca yang sejenis ini. Kalau punyaku kebanyakan novel sama parenting. Hehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ini dapat pinjam di aplikasi perpusnas Mbak. Syukak sekali membaca buku ini

      Delete
  9. Saya jadi ingat sudah lama banget beli buku ini, pas ada pameran buku. Belum selesai membacanya, karena menurut saya agak berat. Alhamdulillah nemu tulisan ini, bisa baca rangkumannya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah beruntung sekali Mbak punya buku fisiknya. Aku lagi car ini buat tambahin koleksi buku bagus di rumah

      Delete
  10. pondok gontor terkenal sekali ya. yg sekolah di sini gak hanya dr Jawa. memang ketat tp benar bs didik jd insan yg baik, sesuai ajaran agama

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku jadi punya cita-cita kalau punya anak kelak, akan aku masukkan ke pesantren hehehe

      Delete
  11. Salah satu keponakan saya sekolah di gontor. Tapi baru kali ini saya membaca tentang wisdom yang berlaku di sana. Yang saya rasakan sih, apa yang saya baca ini nggak jauh beda dengan output keponakan yang alumni gontor. Modern, taat pada Allah dan Rasulnya, pintar, dan punya jaringan luas. Tabarakallah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Berarti benar ya Mbak penuturan di buku ini. Tidak dijelaskan secara implisit sih, tapi aku rasa penulisnya salah satu alumni Gontor

      Delete
  12. Bukunya sangat manerik dan penuh hikmah ya mbak...
    Paling ngena, "jgn bosan jadi orang baik"

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mencolek sekali ya Mbak, aku juga merasa kata-kata ini buat aku banget

      Delete
  13. Kayanya buku ini cocok untuk bacaan anak remaja agar mereka selalu mawas diri apalagi di zaman serba digital seperti ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kayaknya cocok buat yang dewasa juga sih Mbak, kadang kita juga harus diingatkan kembali hal-hal yang kita sudah ketahui :)

      Delete
  14. Masya Allah, aku sampai baca pelan pelan, meresapi kata demi kata, ada beberapa paham yang aku ada di AHA moment, dan terbengong ketika menyadari bahwa kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain.

    OMG, buku ini LAYAK PUNYA kalau begitu mbak, fixed!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Samaaa Mbak! Perasaanku ketika membaca buku ini pun begitu. Sekarang lagi mencari buku fisiknya ini, ingin menambah koleksi di rumah

      Delete
  15. maaksih reviewnya, buku lama ya, aku belum baac , baru tahu bukunya ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya cukup lama Mbak, tapi dramanya bagus banget, makanya sudah difilmkan

      Delete
  16. Masya Allah buku yang bagus sekali, reviewnya pun apik membahas poin-poin di buku. Thanks for share mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah membaca Mbak. Iya saya tulis poin2nya karena gak kepingin kehilangan juga

      Delete
  17. Masya allah buku bagus nih dan wajib dibaca , penasaran jadinyaingin baca juga.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya bagus banget Mbak, semoga Mbak suka juga ya setelah baca 😉

      Delete
  18. Buku ini hadiah terbaik bagi para lulusan Gontor dan mereka yang tak bisa belajar di sana. DAn seharusnya jadi buku panduan wajib di sana. Bagus sekali, isinya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul Mbak. Aku jadi makin penasaran sama dalamnya pesantren. Mungkin nanti anakku aku masukkan ke pesantren 😁

      Delete
  19. Banyak pemahaman makna kehidupan ya..dan benar membaca buku ini tdk bisa sambil lalu karena nanti ga dapet maknanya..bagus dan dalam maknanya buku ini hrs pnya saya mksh ya kak infonya

    ReplyDelete
  20. Wow keren juga ya, judulnya ada Gontornya, semula berpikir akan mengulas tentang Gontor, eh ternyata mengulas hal-hal yang diajarkan oleh Gontor.
    Keren nih, pesantren idaman juga tuh Gontor :)

    ReplyDelete
  21. Saya sejak kecil, sejak masih tinggal di Makassar sudah tau soal pesantren Gontor ini, Mbak Kartika. Kebetulan ada tetangga mondok di sana. Dan Kalau tidak salah, saya lewat di depannya pas perjalanan saya dengan bus malam dari Solo ke Surabaya.

    Dan sangat menarik mengetahui banyak kisah teladan di dalamnya ya, Mak Kartika. termasuk, Jangan lelah menjadi Orang Baik. karena memang terkadang, tidak semua orang menganggap niat baik kita.

    ReplyDelete
  22. Aku salut sama alumnus-alumnus Gontor. Satu kata pertama buat mereka adalah PINTAR. Gak cuma pintar agama doang, tapi juga pintar dalam kehidupan bernegara. Banyak banget kan alumni Gontor yang duduk di pemerintahan. Bukunya beratttt ya mba. Tapi salut ini sama mbanya bisa namatin bacaan meski satu bulan. Yang penting kan dinikmati.

    ReplyDelete
  23. Melihat review buku ini, jadi tertarik untuk membacanya. Banyak hal filosofi dan panutan di dalamnya. Tentang hidup pastinya. Awalnya pun, sama, saya kira ini tentang kehidupan pesantren kayak 'Negeri 5 Menara', tetnyata bukan.

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah semakin yakin saya Kak Tika... menyekolahkan anak di pesantren dg 100% kurikulum Gontor. Jd yg kakak ceritakan di atas mirip2 dg taushiyah asatiz di pondok anak saya. Keikhlasan, kesederhanaan, dan persaudaraan Islam ya semangatnya. Noted. Tfs Sis

    ReplyDelete
  25. Kagum pada konsep Gontor sejak baca Negeri 5 Menara. Meski fiksi saya jadi punya bayangan bagaimana kehidupan di pesantren.Satu waktu pernah juga lewat komples pondoknya saat kami mudik ke Madiun dan hendak ke Kediri, singgah dulu ke sini.
    Buku yang sangat berisi, penuh pesan moral ini...

    ReplyDelete
  26. Saya suka kalimat "jangan bosan menjadi orang baik".

    Saya juga suka lima menara, harry potter.

    Kalo ketemu, cocok ni kita ngobrolnya mba heehhehe

    ReplyDelete
  27. Saya sempat berencana memasukkannya anak saya ke gontor. Karena banyak nilai positif yg diajarkan di pesantren itu. Dari review ini saya jadi sedikit tau metode pengajaran di gontor.

    ReplyDelete
  28. Meskipun agak berat yang dibahas buku ini, tapi kok aku suka ya isinya berasa motivasi untuk hidup lebih disiplin dan lebih baik. Soalnya saya tuh aslinya pengen mondok tapi enggak kesampaian, hehe

    ReplyDelete
  29. Bukunya memang pas banget nih, untuk saya yang keluaran pesantren, dan memang ada banyak nilai positif yang bisa diambil sebanyak mungkin

    ReplyDelete

Post a Comment

Halo, terima kasih sudah membaca. Tinggalkan komentar ya, biar aku bisa balas BW 😊

Popular posts from this blog

Kecombrang, Pemilik Aroma Segar Dan Rasa Khas Dari Hutan Indonesia

14+ First Love (2015), Kisah Cinta Pertama dari Sinema Rusia

Menikmati sistem transportasi di Jakarta, sudah keren banget!