Kenapa Memilih menjadi Freelancer?
freelance means work from anywhere, sumber: pexels.com/tarynelliott |
Yang lagi hawt beritanya, Program Subsidi Upah dari pemerintah tahap pertama telah cair!
Sudah adakah teman-teman yang menerimanya? Alhamdulillah...
Kali ini sepertinya pemerintah memihak karyawan ya. Seumur-umur menjadi karyawan, baru kali ini lho saya mendengar pemerintah memberikan BLT kepada karyawan, yaitu ketika saya tidak lagi menjadi karyawan hahaha *tawaperih*
Dilansir dari kompas.com, Pemerintah meluncurkan Program Subsidi Upah sebesar Rp600.000 per bulan per orang bagi pekerja berpenghasilan di bawah Rp5 juta. Adapun syaratnya adalah terdaftar sebagai peserta jaminan sosial tenaga kerja yang masih aktif di BPJS Ketenagakerjaan yang dibuktikan dengan nomor kartu kepesertaan.
Ternyata beginilah nasib jadi freelancer ya. Masih jadi buruh, tapi tidak tercatat di administrasi negara. Pencatatan tenaga kerja di BPJS Ketenagakerjaan adalah kewajiban dari pemberi kerja. Pemberi kerja, dalam hal ini perusahaan, berkewajiban melaporkan tenaga kerjanya sebagai bagian dari program jaminan sosial tenaga kerja resmi dari pemerintah.
Freelancer -tenaga kerja yang penghasilannya juga dipotong pajak- tidak terikat pada institusi pemberi kerja, sehingga dalam hal ini tidak tercatat di negara sebagai tenaga kerja yang memiliki hak atas jaminan sosial tenaga kerja. Hal yang sama berlaku juga pada skema program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan.
Huft.
Jadi apakah sila ke-5 Pancasila sudah terasa aplikasinya? Ini sebuah retorika, btw π
Freelancer adalah salah satu dari pekerja sektor informal di negara ini, dan tentu saja di dunia. Gak cuma di Indonesia, persoalan jaminan sosial di sektor informal rupanya masih menjadi masalah di berbagai negara.
Gak percaya?
Kalau lagi iseng, coba deh ketik kata kunci “social securities for informal sector” di Oom Google. Artinya belum ada solusi yang pas, yang bisa bikin semua hepi!
Hal ini aku sadari betul ketika memutuskan untuk menjadi freelancer penuh waktu. Banyak “fasilitas” sebagai karyawan yang akan hilang, namun aku dengan sadar memilih untuk membelinya dengan keleluasaan mengatur waktu.
Memang perlu kerja keras lebih.
Pertama, disiplin mengatur waktu. Dulu sebagai karyawan, jam kerjaku jelas. Dari Senin hingga Jumat, jam 8 pagi hingga jam 5 sore. Bekerja di kantor, dengan aneka fasilitas yang tersedia, aku hidup dalam kepastian. Punya bos dan rekan kerja yang pasti sama, serta gajian tiap bulan di tanggal dan dengan besaran yang sama.
Sebagai freelancer, aku belajar untuk mendisiplinkan diri. Menentukan jam kerja sendiri. Kadang hari libur pun kerja keras bagai kuda, sebagai ganti hari-hari yang lebih santai.
Aku juga harus bisa bekerja dengan fokus di rumah atau di mana saja yang diperlukan. Sudah pada merasakan kan ya ketika WFH, betapa bekerja di rumah itu tantangannya sangat We O We, hahaha.
Aku juga belajar menetapkan deadline pribadi dan menepatinya dengan sepenuh hati. Gak ada yang mengatur, gak ada yang menegur, dan gak ada yang mensupervisi. Aku bebas!
Yang ada dimarahin klien sih, dan mungkin gak dipakai lagi kali lain wkwkwk.
Baca juga: Jam Kerja ala Freelance, Sebuah Pengalaman Pribadi
Kedua, sebagai freelancer aku harus rajin mencari kerjaan sendiri. Yaiyalah, hahaha.
Gak kerja berarti gak menghasilkan dong. Kerjaan gak dicari, ya gak bisa datang dengan sendiri.
Menjadi freelancer juga harus siap bekerja sendirian. Di kantor dulu, kita semua adalah tim. Bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan. Bekerja sendirian membuatku belajar bagaimana mem-branding diri sendiri, menjadi sales sekaligus marketingnya, desainernya, akuntannya, dan yang terpenting menjadi bosnya ππ
Saat ini aku masih menikmati masa-masa bekerja sendirian, belum ada partner atau pegawai. Masih belum butuh admin medsos hihihi.
Berbeda dengan menjadi wiraswastawan, aku tidak perlu memikirkan soal orang lain yang bekerja untukku. Yaaa, siapa tau kan yaa. Mungkin suatu saat nanti punya agency buat para freelancer yaaa, AMINNNN!!!
Baca juga: Debut Pertama menjadi Kontributor Lepas
Sejujurnya mengorganisasi orang bukan hal mudah buat aku, apalagi secara profesional. Mungkin ini adalah langkah berikutnya yang harus dipelajari, ya. Meski sekarang sudah banyak banget aplikasi software payroll yang bisa membantu kita mempermudah pekerjaan dalam bidang kepegawaian, tapi untuk hubungan antar orang ke itu yang benar-benar harus kupelajari.
Ketiga, sebagai freelancer harus menabung lebih giat karena tidak seperti saat menjadi karyawan, pendapatan eike tidak pasti. Harus belajar mengelola penghasilan yang tidak teratur jumlahnya. Bagaimana caranya agar tetap konsisten menabung tiap bulan, menyisihkan untuk rutin investasi demi masa pensiun yang ceria, dan memutar uang untuk penghasilan tambahan. Dan mungkin juga karena “Hey, pemerintah gak menjamin dirimu lagi lho! Hahaha
Yang masih menjadi pertanyaanku sampai kini adalah, kalau mau mengajukan kredit dengan slip gaji karyawan bagaimana ya? Apakah ini artinya kita freelancer gak bisa ngutang wkwkwk? Ini berita baik apa buruk sih π Mungkin ada teman-teman yang punya pengalaman sebagai freelancer saat pengajuan kredit, cerita dong di kolom komentar...
Banyak suka dukanya ya mba, tapi kalau dilakukan dengan hati senang, pasti hasilnya akan sangat memuaskan meski mungkin awalnya harus tertatih-tatih dahulu dalam menjalankannya ππ
ReplyDeleteEniho, saya pun baru dengar soal Bantuan Upah dari teman saya yang kebetulan mendapatkannya. Senang rasanya karena pemerintah memberi suntikan dana bagi yang betul-betul membutuhkan, semoga ke depannya para freelancer pun nggak lepas dari perhatian mereka. Even sekarang ada bantuan untuk UKM juga. Waaah hehehehehehe π
Sejauh ini banyak sukanya sih Mbak Eno, karena akhirnya tercapai juga. Beberapa tahun sebelumnya, ketika masih kerja kantoran, juga sudah belajar kan ritmenya freelance, jadi udah kebayang bakal gimana.
DeleteKarena corona ini yang beda adalah jarang ada liputan offline. Tapi hampir semua aktivitas online jd malah lebih enak mnrt aku. Gak perlu khawatir harus kerja keluar rumah dan berjibaku dengan orang asing di luar sana. Lebih aman jadinya.
Hi kak,
ReplyDeletekalau sekarang sejak corona bagaimana membagi waktunya?
Saya sempat baca yang membagi waktu freelancernya, kalau sebelum corona kan banyak event yang kadang harus didatangi juga.
Bekerja untuk sendiri, kalau ngga punya pasangan yang galak memonitor progress kerja kita, ya emang harus kita sendiri yang disiplin membagi waktu dan memanage.
Hai juga kak Ren ☺
DeleteBetul kak, event liputan blas gak ada. Tapi diganti dengan job2 nulis yang bisa dilakukan secara online. Alhamdulillah jadi gak kuatir harus keluar rumah dan rentan di jalan.
Untuk waktu kurleb sama sih kak. Tetap aku kondisikan kayak kerja kantoran. Ya tentu banyak distraksi, tp solusinya tgl dipindah aja ke malam, kalau misalnya sore harus ngerjain yg lain π
Intinya kita yg ngatur jam kerja kita kan kak, yg penting udah diperhitungkan dengan jadwal deadline π aku pribadi kurang suka mepet2 deadline, jd lebih suka ngegas di awal. Jd jarang sih grusa grusu di last minute π
hai mbak kartika, semangat terus ya sebagai freelancer. Sekali-kali istirahat juga perlu. :D
ReplyDeleteoyaa mbak, setahu saya sekarang freelancer juga bisa mendaftar sebagai peserta bpjs ketenagakerjaan. Sistemnya pembayaran mandiri/kita sendiri yang melakukannya. Besarannya tergantung kisaran penghasilan yang didapat. Jadi sudah ada perhitungannya. Tergantung dengan program yang diikuti. Coba aja cek detailnya di web bpjs.
Jadi freelancer juga bisa menjadi pekerja yang terlindungi asuransi bpjs ketenagakerjaan. :D
Wahh aku yang kudet nih ya. Sip, makasih mas, aku akan cek lagi deh!
DeleteSukses juga buat Mas Rivai!
Jadi freelancer nggak sepenuhnya free ya ternyata. Malah mengatur diri sendiri kadang lebih sulit mbak. Contoh saya bilang ke diri saya nanti makan jam 12 aja eh jam 10 udah ambil nasiπ jam 12 laper lagiπ
ReplyDeleteTapi kalau dilakukan dengan tekun dan semangat pasti ada hasilnya ya mbak.
Hahaha jadi ceritanya kak astria makan siangnya freelance gitu? wkwkwk
DeleteKalo soal makan saya mah fulltime kak, 3x sehari selalu tepat waktu,. kadang malah nambah jadwal π π
Ada suka dan dukanya ya Mba jadi freelancer, ah semangat terus ya Mba ... semoga bisa bikin agency freelancer nantinya :)
ReplyDeleteBaca tuisan Mba aku kok jadi tertarik jadi freelancer yang penuh waktu ya ... :)
Aminnnnn ππ
DeleteKalau ada keinginan, semua bisa dikondisikan dr sekarang kak. Yang penting tau maunya apa dan harus semangat! Pasti nanti ketemu jalannya. Semangat!
saya masih half freelancer karena ada usaha yang harus saya kelola
ReplyDeletetapi memang betul jadi freelancer harus punya jadwal juga
dan pastinya nabung yang rajin biar tetap ada pegangan
terutama di masa sulit ini
Punya bisnis juga gak kalah menyita waktu ya Mas. Yang penting kita menikmati semua prosesnya biar terasa lebih ringan jalannya. Semangat buat kita semua!
DeleteKalo aku sepertinya bukan freelancer tapi nganggurer.π
ReplyDeleteBanyak suka dukanya jadi freelance ya, jam kerja sih jadi bebas tapi harus benar benar disiplin agar malah tidak jadi berantakan. Kalo giat nyari job sepertinya pendapatan freelancer lebih besar kali ya dan jadi cepat banyak tabungannya.π
Hahaha kata kuncinya di free mas. Gak masalah apapun istilahnya, yang penting hepi dan gak ganggu orang lain, betul ga? Hehehe
DeleteJadi freelencer harus banyak pinter2 nya brarti ya Mba. Pinter2 bagi waktu, termasuk pinter2 ngatur keuangan. Karena kan job blm tentu sama setiap bulan, beda sama karyawan yg bulanannya udah sama terus..
ReplyDeleteSemangaat terus ya Mba, satu hal yg ga bisa digantikan adalah keleluasaan dg waktu yaa. π
Saya setuju nih sama pernyataan-pernyataan di atas. Semenjak jadi full-time freelancer (dengan terpaksa, karena saya kebetulan 'korban situasi pandemi'), saya merasakan banget yang namanya kerja bagai quda. Saat orang libur, kita kerja. Begitu pula sebaliknya. Memang sih enak karena bisa ngatur waktunya. Yang paling repot ya itu, harus cari-cari kerja terus. Belum lagi dukanya ketika invoice ditagih-tagih karena payment gak cair-cair, molor melewati waktu yang disepakati :( Semangat untuk sesama freelancer
ReplyDelete